Kamis, 14 Mei 2015

Sembahyang Rebut (Chit Ngiat Pan) di Bangka Belitung



Sembahyang Rebut (Chit Ngiat Pan) merupakan salah satu warisan budaya Tionghoa yang jatuh pada bulan 7 tgl 15 kalender cina, Sembahyang Rebut masih dilakukan hingga kini. Adat kepercayaan warga Tionghoa mempercayai bahwa pada Chit Ngiat Pan pintu akherat terbuka lebar dimana arwah-arwah yang berada di dalamnya keluar dan bergentayangan. Arwah-arwah tersebut turun ke dunia ada yang pulang ke rumah keluarganya ada pula yang turun dengan keadaan terlantar dan tidak terawat, sehingga para manusia akan menyiapkan ritual khusus untuk diberikan kepada arwah yang terlantar tersebut. Selain itu juga disediakan rumah-rumahan yang terbuat dari kertas, uang dari kertas dan baju-baju dari kertas pula rumah-rumahan, uang dan baju-baju tersebut yang memang diperuntukkan bagi para arwah.


Ritual diadakan di kelenteng dimana puluhan umat memanjatkan panjatan doa keselamatan dan keberkahannya. Selain dikunjungi oleh warga Tionghoa yang memang ingin mengikuti ritual sembayang, juga datang warga lainnya yang memang sekedar ingin menyaksikan ritual yang dipenuhi dengan nuansa mistis ini. Inilah salah satu potret kerukunan umat beragama di Bangka Belitung. Sehari sebelum Sembahyang Rebut, yaitu pada tgl 14-7 Kalender cina, warga Tionghoa melakukan ibadah dirumah masing-masing untuk menghormati leluhur, Mereka mengirimkan dan memanjatkan doa kepada leluhur dan orang tua yg telah meninggal. Ini sebagai wujud bakti bahwa tak ada yang dapat memisahkan hubungan orang tua - anak - cucu dan generasi berikutnya.



Kembali ke tanggal 15 bulan 7, pada ritual acara ini, disediakan berbagai jamuan sesaji yang tersusun rapi. Jamuan tersebut biasanya diletakkan diatas bangunan khusus yang terbuat dari kayu dan papan. Terkadang dibuat dalam 2 tingkat. Terdapat juga patung Dewa Akherat - Thai Se Ja yang dibuat dalam ukuran besar, serta beberapa patung kecil lainnya. Thai S e Ja dipercaya bertugas utk mencatat nama2 arwah yang akan berangkat beserta barang bawaan (sajian) yang dibawa. Dari sore hingga malam, warga datang untuk bersembahyang sembari menunggu ritual Chiong Si Ku (Perebutan).

Menjelang tengah malam, jamuan-jamuan yang dihidangkan sudah dirasa cukup dinikmati oleh para arwah, sehingga prosesi ritual dilanjutkan dengan upacara rebutan sesaji yang berada di atas altar persembahan. Ada kepercayaan bahwa para peserta yang ikut prosesi rebutan akan mendapatkan bala apabila tidak mendapatkan apa-apa. Acara puncak dilakukan dengan pembakaran patung Thai Se Ja (sosok raksasa yang sedang duduk dengan mata melotot). Acara puncak ini juga menandakan bahwa arwah-arwah telah dibawa kembali oleh Thai Se Ja kembali ke dunia akherat.Pada hakekatnya, ritual acara sembahyang rebut ini menurut adat kepercayaan warga Tionghoa bertujuan untuk saling membantu.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar