Membutuhkan waktu seperempat jam berkendara untuk sampai di depan Museum Badau dari Situs Kota Tanah Cerucuk. Lokasi Museum Badau berada di pinggir jalan provinsi dekat pertigaan, tepatnya di Jl. Abdul Rahman No.1, Desa Badau, Kecamatan Badau, Belitung.
Sebenarnya saya sudah lewat Museum Badau di hari sebelumnya, namun
saat itu museum telah tutup, sehingga saya pun harus datang lagi ke
tempat ini. Belakangan saya baru tahu bahwa pengunjung bisa menelepon
kuncen untuk membukakan pintu museum.
Sementara Bang Junai parkir kendaraan di area terbuka di sebelah
Museum Badau, saya lebih dulu turun di depan pagar masuk ke Museum
Badau. Sudah sejak tahun 1982 Museum Badau ini dibuka untuk umum.
Tengara Museum Badau yang diapit pagar tembok keliling tampak sudah mulai kusam dan memerlukan pengecatan ulang. Di balik pagar tampak sebuah patung pria berpakaian adat dengan tombak di tangan.
Petugas museum rupanya baru saja datang, sehingga pagar depan Museum Badau sudah terbuka, dan saya pun bisa melangkah masuk ke dalam halaman museum.
Dua buah foto menggantung pada dinding sebelah kanan Museum Badau. Foto di atas adalah dokumentasi Salim Yah pada 1974, memperlihatkan masjid yang didirikan pertama kali di Badau oleh Syekh Abubakar Abdullah, yang makamnya ada di Gunung Tajam.
Bangunan Masjid Badau kini sudah tidak ada lagi. Lokasinya berada di
halaman depan Museum Badau. Foto di bawahnya adalah juga dokumentasi
Salim Yah, yang sempat saya temui esok harinya di Tanjung Pandan. Salim
Yah dikenal sebagai tokoh di Belitung dan aktif di Lembaga Adat Melayu
Belitong.
Silisilah Raja Badau bisa dilihat di Museum Badau
ini. Dimulai dari Datuk Mayang Gresik (Ngabehi Badau), lalu
berturut-turut Batin Badau (Ngabehi Badi Patah), Datuk Badau (Datuk
Padu), Datuk Deraim, Datuk Abdul Rahman, Datuk Abdul Awal, Kik Moh Arif,
Djuki yang terlihat pada foto, dan Djohar, keturunan terakhir yang kini
menjadi salah satu Juru Kunci Museum Badau.
Koleksi Museum Badau tersimpan rapi di dalam lemari-lemari kaca, dibubuhi beberapa tengara singkat yang ditempel pada kaca.
Diantara koleksi itu adalah cupak, periok tana, gantang, ling,
tempayan, guci, gentong, terenang, yang kebanyakan terbuat dari
tembikar. Lalu ada pula koleksi benda-benda rumah tangga yang terbuat
dari perunggu.
Ada baki bulat besar dengan berbagai bentuk dan ornamen, cupu,
dulang, dan banyak lagi. Di sisi lain terdapat koleksi berbagai macam
jenis keris, termasuk keris berukuran mini. Ada yang telanjang tanpa
gagang, banyak pula yang masih utuh, lengkap dengan sarungnya.
Salah satu dari tiga juru kunci Museum Badau yang bernama Fil (tidak mencatat nama lengkapnya, namun ada nomor hp-nya: 0819 3337 0844), berdiri di depan koleksi pedang, dan berjenis tombak di sebelah atasnya.
Sebagian tombak sarungnya telah hilang, memperlihatkan bentuk
logamya. Ada yang lurus lancip, ada pula yang berlekuk seperti keris.
Ada pula tombak-tombak yang tergeletak tanpa gagang.
Bang Junai di depan koleksi yang kabarnya paling terkenal di Museum Badau, berupa dua buah tombak berambu dengan ujung berlekuk 13 yang disebut Tombak Log 13. Tombak ini dipercaya berasal dari Kerajaan Majapahit.
Konon tombak berambu ini memiliki kekuatan magis dan bisa
bergerak sendiri, sehingga perawatannya dilakukan langsung oleh Kik
Djohar Juki, keturunan Raja Badau yang juga memegang kunci Museum Badau
ini.
Salah satu lemari di Museum Badau yang berisi koleksi keris dan tombak.
Koleksi Museum Badau sebagian diperoleh dari sumbangan dan titipan
dari masyarakat Badau, baik yang masih tinggal di Badau, maupun yang
sudah tinggal menyebar di kota-kota seperti Gantung, Membalong,
Tanjungpandan, dan ada pula yang di Bogor.
Halaman di depan Museum Badau dimana Masjid Badau yang pertama semula berada.
Syekh Abubakar Abdullah yang mendirikan masjid itu adalah seorang
ulama yang berasal dari Pasai. Namun kegiatan dakwahnya yang bermaksud
meluruskan kepercayaan masyarakat setempat yang telah banyak terpengaruh
mistik ternyata mendapat tantangan dan dianggap merongrong penguasa,
sehingga ia dibunuh oleh KA Bustam (Depati Cakraninggrat IV).
Koleksi Museum Badau mewakili kekayaan sejarah dan budaya Kerajaan
Badau, yang merupakan satu dari empat Ngabehi di Belitung yang telah ada
sejak jaman Kerajaan Majapahit menjadi penguasa di pulau yang kaya
Timah dan Kaolin ini. Bagaimanapun, suatu ketika kekayaan tambang itu
akan surut jua, dan Belitung harus mempersiapkan diri dari sekarang,
termasuk merawat kekayaan sejarah dan budaya Belitung seperti yang
tersimpan di Museum Badau ini.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar