Di bagian depan ada papan nama Masjid Sijuk yang dibuat oleh Dinas
Kebudayaan dan Pariwisata Pemkab Belitung ketika itu, yang sekaligus
menandai status Cagar Budaya bagi masjid tua ini. Hanya saja warna
birunya terlihat sangat mengganggu. Warna putih klasik dan plitur saya
rasa lebih sesuai untuk Masjid Sijuk ini.
Masjid Sijuk atau Masjid Al Ikhlas Sijuk berada di tepian Jalan Penghulu, Desa Sijuk, Kecamatan Sijuk, Belitung. Seluruh bangunan masjid yang pertama kali dibangun pada 1817 itu dibuat dari kayu, dengan atap bergaya limasan tumpang, terdiri dari bangunan utama, pendopo, dan mihrab yang menjorok keluar.
Sebuah Papan Informasi Wisata sederhana dipasang diluar tembok
masjid, di sisi kanan depan papan tengara nama masjid, berisi foto-foto
tempat-tempat bersejarah dan tempat wisata di sekitar Sijuk. Sayangnya
tanpa penjelasan yang memadai untuk membantu pejalan menemukan arah
menuju ke sana.
Masjid Al Ikhlas Sijuk bukanlah masjid pertama yang dibangun di
Belitung, namun tampaknya merupakan masjid tertua yang masih tersisa
saat ini. Masjid pertama yang berdiri di Belitung konon dibangun di kaki
gunung Parang Bulu di Membalong, namun tidak jelas benar kapan tahun
berdirinya dan apakah masih ada sisa jejaknya.
Menurut riwayat, Islam masuk ke Belitung pada sekitar tahun 1520-an
dengan datangnya seorang ulama asal Gresik bernama Datuk Mayang Gresik,
menyusul keruntuhan Kerajaan Majapahit (1293 – 1500) yang digantikan
oleh Kesultanan Demak (1475 – 1548). Datuk Mayang Gresik dikabarkan
tinggal di Pelulusan, sekarang masuk Desa Nyuruk, Kecamatan Dendang,
Belitung Timur.
Ruangan dalam bangunan utama Masjid Al Ikhlas Sijuk yang seluruh permukaan lantainya telah dipasang karpet sajadah untuk sembahyang. Tidak ada yang menonjol di dalam ruangan utama ini, selain adanya ruangan imam pada mihrab yang menjorok ke luar, dan warna biru menyala mencolok pada bagian bawah dinding kayu.
Mimbar kayu masjid yang kurus tinggi terkesan sangat sederhana, dan
agak mistis, lantaran kain mori putih pucat yang menutup sisi kanan dan
lantai mimbar, serta tiga buah bendera berbentuk segitiga yang juga
berwarna putih menggantung di bagian depan. Sebuah tongkat putih yang
biasa dipegang oleh khotib ketika berkhotbah tampak menyender pada sisi
kiri mimbar.
Pada dinding atas mihrab terdapat tengara yang ditulis dengan huruf
Arab Melayu, berbunyi “Diperbaiki 1 Rajab 1370 H”, atau 8 April 1951
Masehi. Sebuah bedug tua dengan lubang sobekan menganga tampak
diletakkan di luar pendopo Masjid Al Ikhlas Sijuk. Bentuk pendopo ini
sama persis dengan bangunan utama masjid yang berukuran 8 × 8 m, hanya
saja tidak ditutup dinding kayu keliling.
Raja Majapahit, yang menguasai Belitung sejak 1293, mempercayakan
kepemimpinan Belitung kepada panglima bergelar Rangga Yuda (Rangga Uda
atau Ronggo Udo) dengan pusat pemerintahan di Badau. Belitung dibagi
empat wilayah, yaitu Badau (Tanah Yuda / Singa Yuda, tempat raja),
Buding (Istana Yuda, tempat pesanggrahan raja), Sijuk (Wangsa Yuda /
Krama Yuda, tempat keluarga dan para abdi), dan Belantu (Sura Yuda,
tempat suci atau keramat). Saat Datuk Mayang Gresik datang, yang
berkuasa di Badau adalah Ronggo Udo yang ketiga.
Masjid Al Ikhlas Sijuk dilihat dari arah samping kiri, memperlihatkan serambi di sebelah kanan, ruang utama di tengah berbentuk sama dengan serambi hanya ditutup dinding kayu, serta tempat imam paling kiri. Arsitektur Masjid Sijuk yang atapnya berbentuk limasan tumpang, dan adanya beduk, menunjukkan pengaruh masjid yang ada di Jawa. Hanya saja tidak diketahui dengan jelas siapa yang membangun Masjid Sijuk ini.
Bagian pendopo masjid lantainya telah diganti keramik, sedangkan
bagian lainnya masih dipertahankan sesuai aslinya. Umpak pada keempat
tiang penyangga pendopo juga telah dilapis keramik. Bekas air dari atap
bocor masih terlihat jelas pada langit-langit pendopo, menunjukkan
masjid ini telah memerlukan perawatan. Adanya deretan botol air mineral
serta tumpukan karpet memberi indikasi telah diperlukannya gudang
penyimpanan.
Pada sisi luar Masjid Sijuk terdapat undakan berbentuk setengah
lingkaran untuk masuk ke bangunan utama masjid. Warna garis biru kembali
terkesan mencolok, yang hemat saya tidak sesuai untuk sebuah bangunan
tua semacam ini. Mudah-mudahan bukan karena ada sebuah partai yang
menyumbang masjid, lalu memaksakan warna partainya digunakan di masjid
ini.
Masjid Al Ikhlas Sijuk dianggap bernilai sejarah dan menjadi cagar
budaya, bukan saja karena merupakan masjid tertua di Belitung yang masih
berdiri, namun Masjid Sijuk kabarnya juga digunakan sebagai salah satu
tempat bertemunya para tokoh setempat dalam perjuangan melawan
pendudukan kolonial asing di Belitung.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar