Selasa, 12 Mei 2015

pantai Penyusuk Bangka

Mulanya, saya memang berencana akan pulang. Seperti biasa, setiap kali pulang ke Pulau Bangka, hal yang pasti akan saya lakukan adalah berpetualang menelusuri kecantikan Pulau Bangka yang dapat dilihat dengan mudah di paras pantai-pantainya. Pantai Penyusuk di Bangka Utara adalah salah satu tujuan saya.
Pagi menjelang siang, setelah menyantap makanan khas Bangka di Rumah Makan Tiska di Pangkalpinang, saya bersama sepupu saya Debri langsung putar gas motor menuju Belinyu, kota kecil paling utara Pulau Bangka.
 Setibanya disana kelak, kami berencana akan bertandang ke Pantai Penyusuk. Inilah mutiara dari Bangka Utara yang disebut-sebut sebagai ikon pariwisata daerah itu.
Setelah kurang lebih satu setengah jam perjalanan menggunakan sepeda motor, sampailah kami di kota kecil Belinyu. Suasa kota itu tetap saja seperti dulu, seperti saat saya kali pertama berkunjung saat masih duduk di bangku SD. 
Suasana zaman dahulu Pulau Bangka, bangunan seperti rumah warga, masih pula seperti dulu. Perpaduan antara rumah warga Tiong Hoa serta Melayu yang masih berdiri dengan rapi, saling berdampingan. 
Bila ingin merasakan Pulau Bangka zaman dahulu, maka datanglah ke Belinyu. Setidaknya, itu yang saya rasakan. Apalagi, sepanjang jalan-jalan di sana kita bisa menyaksikan banguan dengan arsitektur kuno milik PT Timah Tbk.
Sekalipun saya sempat beberapa kali pergi ke Pantai Penyusuk, namun saya tiba-tiba lupa arah jalan menuju pantai itu. Dulu, bila tak salah mengingat, terakhir saya kesana menjelang lulus kuliah di Pulau Bangka bersama tiga orang kawan saya, Harianto alias Acing, Yulistia Akbari, dan Renilda. 
Mulanya, saya yakin dengan jalan yang kami tempuh. Namun beberapa kilometer kemudian, yang kami temui adalah sebuah pelabuhan yang sepertinya sudah tak lagi berfungsi sebagaimana cita-cita siapa pun yang membangunnya dulu. Itulah Pelabuhan Tanjung Gudang, pelabuhan penuh sejarah bagi masyarakat Kepualuan Bangka Belitung. 
Sebab, dari pelabuhan itulah ramai-ramai masyarakat Kepulauan Bangka Belitung, khususnya yang berada di Pulau Bangka, pergi ke Jakarta dengan sebuah kapal untuk menghadiri ketuk palu pembentukan Provinsi Kepulauan Bangka Belitung di Senayan, tanggal 21 November 2000 silam. Semasa SD dulu, saya masih ingat betul betapa gagahnya pelabuhan itu.
Akhinya, kami memutuskan bertanya kepada seorang bapak-bapak yang sedang berbelanja pada sebuah toko kelontongan di depan pelabuhan. Dengan bahasa Melayu Bangka logat Belinyu, di mana huruf A berganti menjadi huruf O, beliau berujar kepada kami perihal letak Pantai Penyusuk. 
Perempuan paruh baya yang tak lain adalah pemilik warung itu pun keluar, ikut berujar dalam bahasa yang sama dan menunjuk jalan yang sama pula. Intinya, kami harus kembali lagi sampai sebuah SPBU, lalu belok arah ke kiri bila dari pelabuhan atau arah utara. Itulah arah menuju Pantai Penyusuk, dengan sejumlah persimpangan yang masih banyak, kata dua orang informan itu.
Lantas kami pun melanjutkan pejalanan, seraya saya mengingat-ingat jalan menuju pantai itu saat saya kesana dulu. Maka, sampailah kami di SPBU. 
Pada sebuah persimpangan, kami bertanya pada seorang pria Tionghoa yang sedang berjualan dengan sebuah gerobak, tepat di persimpangan itu. Dengan bahasa Melayu Bangka logat Tionghoa, laki-laki itu menyuruh kami lurus saja lalu berbelok ke kiri. Seketika itu pula, setelah mengucapkan terima kasih tentunya, kami melanjutkan perjalanan dibawah teriknya matarahari siang. 
Pada sebuah persimpangan, kami kembali bingung harus lurus atau belok arah kanan. Sepupu saya langsung turun, bertanya kepada seorang laki-laki penjaga warung makan. "Lurus saja," kata laki-laki itu.
Setelah menempuh tak lebih dari 15 menit perjalanan, menelusuri jalan beraspal yang agak sempit namun mulus, sampailah kami di Pantai Penyusuk. 
Sepanjang jalan di sebelah kanan, kami menyaksikan birunya laut utara Pulau Bangka, pertanda sebentar lagi kami akan tiba. Angin pantai yang bertiup agak kencang siang itu menyambut kedatangan kami. 
Pemandangan Pantai Penyusuk dengan 4 buah pulau yang khas, seolah menyambut kedatangan kami dengan ramah. Selamat datang di Pantai Penyusuk, mutiara di Bangka Utara.
Sebagaimana pantai lain di Pulau Bangka, Pantai Penyusuk pun menyajikan pemandangan perpaduan pasir pantai yang halus lagi putih berseri, dengan batu-batu granit yang saling bertumpukan satu sama lain. 
Laut biru sekali siang itu, sementara ombak menghempas lumayan kencang. Pepohonan tepi pantai dengan dedaunan yang berguguran akibat hujan yang tak kunjung bertandang di daerah ini, tak membuat kecanitkan pantai ini menjadi pudar. Bahkan, pepohonan dengan ranting-ranting tanpa daun itu menambah keeksotisan pantai yang berpadu dengan air laut yang biru.
Sementara tak jauh dari bibir pantai, ada 4 buah pulau beragam ukuran, siap menati para pelancong. Sayangnya, karena hari itu bukan hari minggu, tak ada ojek kapal motor yang siap mengangkut para pelancong untuk menginjakkan kaki di pulau-pulau itu. 
Namun demikian, sebetulnya kita pun bisa kesana dengan menghubungi nomor sebuah telepon genggam yang terpampang tak jauh dari bibir pantai. 
Hanya saja, akhirnya kami memtuskan untuk melanjutkan pertualangan ke Pantai Romodong, tetangga Pantai Penyusuk dengan pasir pantainya yang maha halus, putih pula. Selamat datang di Pulau Bangka.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar