Serba Serbi Perang Ketupat
Perang Ketupat adalah salah satu upacara adat masyarakat Tempilang di Kabupaten Bangka Barat. Ritual ini biasa dilaksanakan dalam rangka menyambut bulan suci Ramadhan.
Tujuannya untuk memberi makan makhluk halus yang dipercaya menghuni
daratan. Menurut para dukun, makhluk-makhluk halus tersebut baik.
Mereka dipercaya menjadi penjaga desa dari roh-roh jahat. Itulah
sebabnya mereka harus diberi makan agar tetap bersikap baik terhadap
warga desa.
Pada pembukaan Perang Ketupat
, dukun darat dan dukun laut bersatu. Mereka mengucapkan mantra ke 40
ketupat yang ada di hadapannya. Kedua dukun juga berdoa kepada Yang Maha
Kuasa agar perayaan tersebut dilindungi. Jauh dari bencana.
Aturan Perang
Setelah ritual doa selesai, kedua dukun menata ketupat di atas sehelai tikar pandan. Sepuluh ketupat menghadap ke sisi darat dan sepuluh lainnya ke sisi laut.
Setelah ritual doa selesai, kedua dukun menata ketupat di atas sehelai tikar pandan. Sepuluh ketupat menghadap ke sisi darat dan sepuluh lainnya ke sisi laut.
Kemudian, 20 pemuda yang menjadi peserta perang ketupat juga
berhadapan dalam dua kelompok. Sepuluh menghadap ke laut, 10 lagi ke
darat.
Aturan perang dipraktekkan oleh dukun darat. Ketupat dilempar olehnya
ke punggung dukun laut. Lemparan balasan diarahkan ke punggung pula.
Satu hal yang harus diingat, ketupat tidak boleh dilemparkan ke
kepala! Setelah semua peserta perang mengerti, tiupan peluit dukun laut
menandakan perang ketupat
dimulai.
Dua puluh pemuda peserta perang langsung menghambur ke tengah. Mereka saling melemparkan ketupat ke arah lawan.Semua bersemangat melemparkan ketupat sekeras-kerasnya. Ketupat yang jatuh diperebutkan. Digunakan kembali sebagai amunisi.
Keadaan kacau sampai dukun laut meniup peluitnya tanda usai perang
dan mereka pun berjabat tangan. Perang biasanya diselenggarakan dalam
dua babak. Di rangkaian perang berikut, pesertanya diganti.
Akhir Perang
Rangkaian upacara Perang Ketupat umumnya ditutup dengan Upacara Nganyot Perae , yaitu perahu mainan dari kayu yang dihanyutkan ke laut. Upacara itu dimaksudkan mengantar para makhluk halus pulang. Supaya mereka tidak mengganggu masyarakat Tempilang.
Rangkaian upacara Perang Ketupat umumnya ditutup dengan Upacara Nganyot Perae , yaitu perahu mainan dari kayu yang dihanyutkan ke laut. Upacara itu dimaksudkan mengantar para makhluk halus pulang. Supaya mereka tidak mengganggu masyarakat Tempilang.
Setelah masyarakat Bangka mengenal ajaran agama Islam, tujuan Perang Ketupat
berubah. Bukan lagi untuk memberi makan makhluk halus, tapi sekedar untuk mengenang para leluhur.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar